JQ
Senin, 11 Juni 2012
HUBUNGAN ANTARA JENIS PERMAINAN KONSTRUKTIF DENGAN PERKEMBANGAN KREATIVITAS ANAK PRA SEKOLAH ( USIA 3 – 5 TAHUN ) DI TAMAN KANAK-KANAK WIJANA MOJOAGUNG
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Kreativitas mulai mendapat perhatian kurang lebih
menjelang paruh pertama abad 20 atau tepatnya setelah perang dunia II. Di
Indonesia perhatian pada bidang ini juga
tumbuh dengan pesat terutama sejak penelitian Munandar pada tahun 1977 yang
menekankan pentingnya kreativitas dikembangkan pada pendidikan formal serta
pertama kalinya diciptakan tes kreativitas di Indonesia. Makin disadari
perlunya langkah-langkah konkret untuk mengembangkan kreativitas sejak dini
(Mulyadi, 2004). Sesudah anak memasuki pendidikan formal, potensi berfikir
kreatif akan cenderung terhambat karena pada umumnya pendidikan formal kurang
memberikan tempat bagi anak-anak kreatif. Kreativitas merupakan kunci sukses
dan keberhasilan dalam hidup. Orang yang tidak kreatif kehidupannya statis dan
sulit meraih keberhasilan. Zaman yang sudah mengglobal dan penuh dengan
persaingan keras sekarang ini membutuhkan kreativitas yang sangat tinggi
(Mulyadi, 2004). Undang-undang No.20 tentang sistem pendidikan nasional 2003,
perundangan itu berbunyi " warga negara yang memiliki kelainan fisik,
emosional, mental, intelektual, dan/atau sosial berhak memperoleh pendidikan
khusus". Baik secara tersurat ataupun tersirat UU No.20 tersebut telah
mengamanatkan untuk adanya pengelolaan pelayanan khusus bagi anak-anak yang
memiliki bakat dan kreativitas yang tinggi.
Bermain adalah awal timbulnya kreativitas karena
dalam kegiatan yang menyenangkan anak akan dapat mengungkapkan
gagasan-gagasannya secara bebas dalam hubungan dengan lingkungannya. Oleh karena
itu kegiatan tersebut dapat dijadikan sebagai salah satu dasar dalam
mengembangkan kreativitas anak. Berdasar hasil riset Galton (dalam Akbar,
2001). Bermain memberikan kesempatan pada anak untuk untuk mengekspresikan
dorongan-dorongan kreatifnya, juga kesempatan untuk merasakan obyek-obyek dan
tantangan untuk menemukan sesuatu dengan cara-cara baru.
Data
memperlihatkan bahwa layanan pendidikan anak usia dini di Indonesia masih
termasuk sangat memprihatinkan. Sampai
dengan tahun 2001 (Jalal, 2003: 20) jumlah anak usia 0 - 6 tahun di Indonesia
yang telah mendapatkan layanan pendidikan baru sekitar 28% (7.347.240 anak).
Khusus untuk anak usia 4 - 6 tahun, masih terdapat sekitar 10,2 juta (83,8%)
yang belum mendapatkan layanan pendidikan. Masih banyaknya jumlah anak usia
dini yang belum mendapatkan layanan pendidikan tersebut disebabkan terbatasnya
jumlah lembaga yang memberikan layanan pendidikan bagi anak usia dini. Dinas
Pendidikan Provinsi Jawa Timur, mengimbau ribuan TK yang sudah didorong membuka
Kelompok Bermain (KB), yang merupakan bagian dari PAUD nonformal. Sedangkan
bagi PAUD nonformal yang mapan diminta membuka TK. Hingga Juni 2007, Jawa Timur
punya kurang lebih 16.500 TK, hanya 65
berstatus negeri, dan sekitar 6000 PAUD nonformal yang semuanya diselenggarakan
swasta. Meski begitu, secara komulatif angka partisipasi kasar PAUD belum
mencapai 50%. Di Kabupaten Jombang berusaha untuk memperluas akses bagi anak
usia 0-6 tahun, baik laki-laki maupun perempuan untuk memiliki kesempatan
tumbuh dan berkembang secara optimal sesuai potensi yang dimiliki dan tahap
perkembangannya agar memiliki kesiapan dalam mengikuti pendidikan sekolah
dasar. Memfasilitasi berdirinya Pendidikan Anak Usia Dini ( Play Group dan TK)
baik formal maupun non formal, dengan menyederhanakan proses perizinan lembaga
yang didirikan oleh kelompok masyarakat dan membuka TK Negeri di tiap kecamatan,
sebagai lembaga percontohan.Total jumlah siswa TK/RA di Kabupaten Jombang pada
tahun 2007/2008 yaitu 34.951 anak usia pra sekolah (4-6) tahun. Data yang di
peroleh dari Taman Kanak-Kanak Wijana Mojoagung yaitu jumlah anak 14
orang.Terdiri dari Laki-laki 8 orang ( 57 % ) dan Perempuan 6 orang
(43%).Terbagi dalam dua Kelas yaitu Kelas A ( 9 orang) dan Kelas B (5 orang ).
Berdasarkan hasil wawancara antara peneliti dengan salah seorang Guru
pembimbing di TK Wijana Mojoagung mengatakan bahwa yang memiliki kemampuan
kreativitas yang cukup bisa dalam bermain Konstruktif sekitar 36 %, Sedangkan
yang belum cukup bisa untuk mengembangkan kreativitasnya dalam bermain
konstruktif sekitar 64 %.
Salah satu bentuk permainan yang meningkatkan
kreativitas adalah permainan konstruktif, dimana anak diberi kebebasan untuk
mengembangkan daya imajinasinya. Jenis permainan konstrutif yang populer adalah
membuat sesuatu. Membuat sesuatu misalnya dari lempung, pasir, balok / lego, kertas
dan lain sebagainya. Dengan bermain konstruktif anak tidak akan bosan bosannya menggabungkan
dan menyusun bentuk-bentuk kombinasi yang baru dengan alat permainannya.
Permainan konstruktif tidak akan membuat anak merasa bosan
karena dalam permainan ini yang dipentingkan adalah hasilnya dan kesenangan.
Anak-anak akan sangat sibuk dengan membuat hal yang baru seperti dengan
menggunakan balok-balok / lego dan lain-lain. Permainan ini juga tidak akan
membuat anak menjadi malas, karena dalam permainan ini anak terus menggunakan
daya imajinasinya untuk menghidupkan permainan ini dengan membuat hal-hal yang
baru dan unik. Anak yang kreatif menghabiskan sebagian besar waktu bermain
untuk menciptakan sesuatu yang orisinil dari
mainan-mainan dan alat-alat bermain, sedangkan anak tidak kreatif akan
mengikuti pola yang sudah dibuat oleh orang lain (Hurlock, 1996). Kreativitas
membutuhkan EQ (kecerdasan emosional). Goleman seorang pakar EQ mengatakan, IQ
menyumbang 20 persen saja dalam keberhasilan seseorang sementara 80 persen
lainnya ditentukan oleh kekuatan-kekuatan lainnya. Misalnya kesediaan untuk
bekerja keras, disiplin, rasa percaya diri, dan termasuk di dalamnya EQ. Kesemuanya
faktor penunjang kreativitas ini dapat dibina, dilatih, dan dikembangkan sejak
anak berusia dini Uraian di atas memunculkan pertanyaan apakah secara empirik
permainan Konstruktif benar-benar dapat meningkatkan kreativitas?. Oleh karena
itu untuk menjawab pertanyaan itu, maka peneliti melakukan penelitian tentang “
Hubungan antara jenis permainan Konstruktif dengan perkembangan kreativitas
pada anak Prasekolah usia 3-5 tahun ”.
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah tersebut
diatas, maka penelitian ini mempunyai rumusan masalah sebagai berikut : “Apakah
ada Hubungan antara jenis Permainan Konstruktif dengan Perkembangan Kreativitas
pada anak usia Pra Sekolah ( usia 3-5
tahun ) di Taman Kanak-Kanak Wijana Mojoagung?” .
1.3. Tujuan Penelitian
1. Tujuan
Umum
Untuk mengetahui hubungan antara jenis permainan
Konstruktif dengan perkembangan
kreativitas pada anak usia prasekolah di Taman Kanak-Kanak Wijana Mojoagung.
2. Tujuan
Khusus
1) Mengidentifikasi jenis permainan
konstruktif di TK Wijana Mojoagung.
2)
Mengidentifikasi
perkembangan kreativitas anak prasekolah di TK Wijana Mojoagung.
3)
Menganalisa
hubungan antara jenis permainan konstruktif dengan perkembangan kreativitas
anak prasekolah di TK wijana Mojoagung.
1.4. Manfaat Penelitian
1.4.1. Teoritis
Kreativitas Anak usia
Prasekolah, tidak bisa di lepaskan dari faktor bermain,karena bermain
memberikan kesempatan pada anak untuk mengekspresikan dorongan-dorongan
kreatifnya.Jenis Permainan Konstruktif dapat di teliti dalam hubungannya dengan
tingkat perkembangan kreativitas anak usia prasekolah (3-5 tahun).Serta dapat digunakan sebagai bahan acuan
dalam upaya membina dan mengembangkan perawat dalam perawatan terhadap anak
usia pra sekolah.
1.4.2. Praktis.
1.
Bagi Institusi Pendidikan
Dengan penelitian ini di harapkan dapat
meningkatkan pengetahuan dan pemahaman dari Civitas Akademik mengenai tingkat
perkembangan kreativitas anak usia Prasekolah, dan sebagai bahan referensi
untuk penelitian selanjutnya.
2.
Bagi Lahan Praktek
Sebagai wacana untuk masukan / pertimbangan dalam
meningkatkan mutu pelayanan dan bimbingan anak usia prasekolah dalam hubungan
dengan jenis permainan sesuai dengan tingkat kreativitasnya.
3.
Bagi Masyarakat dan atau Orang tua
Sebagai wacana untuk masukan kepada masyarakat dan
atau orangtua dalam mengenal dan lebih mengetahui jenis permainan yang di
berikan pada anak usia prasekolah sehingga dapat menumbuhkan kreativitasnya.
4.
Bagi Petugas Kesehatan
Menumbuhkan motivasi bagi tenaga kesehatan sebagai
pelaksana, terutama pembimbing anak untuk menambah pengetahuan, keahlian dan
peran dalam kreativitas anak dalam
bermain.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pra Sekolah
2.1.1.
Pengertian Prasekolah
Anak pra-sekolah adalah mereka yang berusia 3-6 tahun menurut Biechler dan
Snowman. Sedangkan di Indonesia, umumnya mereka mengikuti program Tempat
Penitipan Anak (3 bulan-5 tahun) dan Kelompok Bermain (usia 3 tahun). Disebut sebagai anak pra sekolah atau Anak pada usia dini sebagai usia dimana anak belum memasuki suatu lembaga pendidikan formal, seperti Sekolah
Dasar (SD), dan biasanya mereka tetap tinggal di rumah atau mengikuti kegiatan dalam bentuk berbagai
lembaga pendidikan pra sekolah seperti kelompok bermain,Taman Kanak-Kanak atau
Taman Penitipan Anak.Menurut Setiawan
(2002), yang mengacu pada teori Piaget, anak usia dini (Prasekolah) dapat di katakan
sebagai usia yang belum dapat di tuntut untuk
berpikir secara logis, yang di tandai dengan pemikiran sebagai berikut :
1)
Berpikir secara konkrit, dimana anak belum dapat memahami
atau memikirkan hal-hal yang
bersifat abstrak (seperti cinta dan keadilan).
2)
Realisme,yaitu
kecenderungan yang kuat untuk menanggapi segala sesuatu sebagai hal yang riil atau nyata.
3)
Egosentris,
yaitu melihat segala sesuatu hanya dari sudut pandangnya sendiri dan tidak mudah menerima penjelasan dari orang lain.
4)
Kecenderungan untuk berpikir sederhana dan tidak mudah
menerima sesuatu yang majemuk.
5)
Animisme, yaitu kecenderungan untuk berpikir bahwa semua
objek yang ada di lingkungannya memiliki kualitas kemanusiaan sebagaimana yang
dimiliki anak.
6)
Sentrasi, yaitu kecenderungan untuk mengkonsentrasikan
dirinya pada satu aspek dari suatu situasi.
7)
Anak usia dini ( Prasekolah ) dapat dikatakan memiliki
imajinasi yang sangat kaya dan imajinasi ini yang sering dikatakan sebagai awal
munculnya bibit kreativitas pada anak.
Dapat disimpulkan bahwa anak usia dini ( Pra Sekolah ) adalah anak yang
berusia 3 – 6 tahun, yang berada pada tahap perkembangan awal masa kanak-kanak,
yang memiliki karakteristik berpikir konkrit, realisme, sederhana, animisme,
sentrasi, dan memiliki daya imajinasi yang kaya.
2.1.2.
Perkembangan Anak Usia Pra Sekolah
1.
Pengertian
Perkembangan
Perkembangan merupakan bertambah sempurnanya fungsi alat tubuh
yang dapat di capai melalui tumbuh kematangan dan belajar (Whalley dan
Wong,2000:15). Marlow mendefenisikan perkembangan sebagai peningkatan ketrampilan dan
kapasitas anak untuk berfungsi secara terus menerus.
Disini menyangkut adanya proses diferensiasi dari
sel-sel tubuh, jaringan tubuh, organ-organ dan sistem organ yang berkembang
sedemikian rupa sehingga masing-masing dapat memenuhi fungsinya. Termasuk juga
perkembangan emosi, intelektual dan tingkah laku sebagai hasil interaksi dengan
lingkungannya. Periode
penting dalam tumbuh kembang anak adalah masa balita. Karena pada masa ini
pertumbuhan dasar yang akan mempengaruhi dan menentukan perkembangan anak
selanjutnya. Pada masa ini perkembangan kemampuan berbahasa, kreativitas,
kesadaran sosial, kesadaran emosional dan inteligensia berjalan sangat cepat.
Perkembangan
psiko-sosial sangat dipengaruhi lingkungan dan interaksi antara anak dengan
orang tuanya. Perkembangan anak akan optimal bila interaksi sosial diusahakan
sesuai dengan kebutuhan anak pada berbagai tahap perkembangan. Perkembangan
menandai maturitas dari organ-organ dan sistem-sistem, perolehan ketrampilan,
kemampuan yang lebih siap untuk beradaptasi terhadap stress dan kemampuan.
2.
Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Perkembangan
Anak Prasekolah
1)
Faktor
Herediter
Faktor
pertumbuhan yang dapat di turunkan adalah jenis kelamin,ras,dan kebangsaan.
Jenis kelamin di tentukan sejak awal dalam kandungan. Ras atau suku bangsa
dapat mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan anak,misalnya Suku Asmat di
Irian Jaya secara turun temurun berkulit hitam.Demikian juga kebangsaan
tertentu seperti bangsa Asia cenderung pendek dan kecil,sedangkan bangsa Eropa
dan Amerika cenderung tinggi dan besar.
2)
Faktor
Lingkungan.
Faktor lingkungan yang dapat mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan
anak adalah lingkungan pranatal,eksternal,dan internal anak.
3)
Faktor
Pendukung
Faktor – faktor pendukung perkembangan anak, antara lain :
(1) Terpenuhi
kebutuhan gizi pada anak tersebut.
(2) Peran
aktif orang tua.
(3) Lingkungan
yang merangsang semua aspek perkembangan anak.
(4) Peran
aktif anak.
(5) Pendidikan
orang tua
3.
Fase Perkembangan Pada Masa Usia Pra Sekolah
1)
Perkembangan Psikoseksual ( Sigmund
Freud )
Pada masa
prasekolah,menurut perkembangan psikoseksual yang di kemukakan oleh Sigmund
Freud, anak prasekolah berada pada fase falik,dimana dalam fase ini genitalia
menjadi area yang menarik dan area tubuh yang sensitif.Anak mulai mempelajari
adanya perbedaan jenis kelamin.
2)
Perkembangan Psikososial ( Erikson )
Perkembangan
psikoseksual menurut Erikson yaitu anak prasekolah berada pada tahap Inisiatif
versus rasa bersalah, dimana perkembangan inisiatif di peroleh dengan cara
mengkaji lingkungan melalui kemampuan indranya.Anak mengembangkan keinginan
dengan cara eksplorasi terhadap apa yang ada di sekelilingnya.Hasil akhir yang
di peroleh adalah kemampuan untuk menghasilkan sesuatu sebagai
prestasinya.Perasaan bersalah akan timbul pada anak apabila anak tidak mampu
berprestasi sehingga merasa tidak puas atas perkembangan yang tidak tercapai.
3)
Perkembangan Kognitif ( Piaget )
Menurut Piaget, perkembangan
kognitif anak prasekolah berada pada tahap praoperasioal yang di dasari oleh
sifat egosentris. Ketidakmampuan untuk menempatkan
diri sendiri di tempat orang lain. Pemikiran di dominasi oleh apa
yang mereka lihat dan rasakan dengan pengalaman lainnya.Anak prasekolah
mempunyai tugas untuk menyiapkan diri memasuki dunia sekolah. Anak
prasekolah berada pada fase peralihan antara preconceptual dan intuitive
thought. Pada fase preconceptual, anak
sering menggunakan satu istilah untuk beberapa orang yang punya ciri yang
sama,misalnya menyebut nenek untuk setiap wanita tua,sudah bongkok,dan memakai
tongkat.
Sedangkan pada
fase intuitive thought, anak sudah bisa memberi alasan pada tindakan
yang di lakukannya.Satu hal yang harus di ingat bahwa anak prasekolah berasumsi
bahwa orang lain berpikir seperti mereka sehingga perlu menggali pengertian
mereka dengan pendekatan nonverbal.
2.1.3.
Ciri Anak Prasekolah.
Perkembangan sosial anak sangat dipengaruhi oleh proses perlakuan atau
bimbingan orang tua terhadap anak dalam mengenalkan berbagai aspek kehidupan
sosial, atau norma- norma kehidupan bermasyarakat. Dalam proses perkembanganya ada ciri- ciri yang
melekat dan menyertai anak- anak tersebut. Menurut Snowman dalam
Patmonodewo,2003,mengemukakan ciri-ciri anak prasekolah (3-6 tahun). Ciri-ciri yang dikemukakan meliputi aspek fisik, sosial, emosi dan kognitif
anak.
1.
Ciri
Fisik.
Penampilan maupun gerak gerik anak prasekolah mudah dibedakan dengan anak yang berada
dalam tahapan sebelumnya:
1)
Anak
prasekolah umumnya aktif.
Mereka telah memiliki penguasaan atau kontrol
terhadap tubuhnya dan sangat menyukai kegiatan yang dilakukan sendiriSetelah
anak melakukan berbagai kegiatan, anak membutuhkan istirahat yang cukup,
seringkali anak tidak menyadari bahwa mereka harus beristirahat cukup.Jadwal
aktivitas yang tenang diperlukan anak.
2)
Otot-otot
besar pada anak prasekolah lebih berkembang dari kontrol terhadap jari dan
tangan.
Oleh karena itu biasanya anak belum terampil,
belum bisa melakukan kegiatan yang rumit seperti misalnya, mengikat tali
sepatu. Anak masih sering mengalami kesulitan apabila
harus memfokuskan pandangannya pada obyek-obyek yang kecil ukurannya, itulah
sebabnya koordinasi tangan masih kurang sempurna.
3)
Walaupun
tubuh anak lentur, tetapi tengkorak kepala yang melindungi otak masih lunak
(soft).
Hendaknya berhati-hati bila anak berkelahi dengan
teman-temannya, sebaiknya dilerai, dan dijelaskan kepada anak-anak.
4)
Anak perempuan lebih terampil dalam tugas
yang bersifat praktis, khususnya dalam tugas motorik halus.
Tetapi sebaiknya jangan mengkritik anak lelaki
apabila ia tidak terampil, jauhkan dari sikap membandingkan anak
lelaki-perempuan, juga dalam kompetisi ketrampilan seperti apa yang disebut
diatas.
2.
Ciri
Sosial.
Umumnya anak pada tahapan ini
memiliki satu atau dua sahabat, tetapi sahabat ini cepat berganti, mereka
umumnya dapat cepat menyesuaikan diri secara sosial, mereka mau bermain dengan
teman.Sahabat yang dipilih biasanya yang sama jenis kelaminnya, tetapi kemudian
berkembang sahabat dari jenis kelamin yang berbeda.Kelompok bermain cenderung
kecil dan tidak terorganisasi secara baik, oleh karena kelompok tersebut cepat
berganti-ganti. Anak lebih mudah seringkali bermain bersebelahan dengan anak
yang lebih besar.
3.
Ciri
Emosional.
Anak TK cenderung mngekspresikan
emosinya dengan bebas dan terbuka. Sikap marah sering diperlihatkan oleh anak
pada usia tersebut.Iri hati pada anak prasekolah sering terjadi, mereka
seringkali memperebutkan perhatian guru.
4.
Ciri
Kognitif
1)
Anak
prasekolah umumnya terampil dalam berbahasa. Sebagian dari mereka senang
berbicara, khususnya dalam kelompoknya, sebaiknya anak diberi kesempatan untuk
berbicara, sebagian dari mereka dilatih untuk menjadi pendengar yang baik.
2)
Kompetensi
anak perlu dikembangkan melalui interaksi, minat, kesempatan, mengagumi dan kasih
sayang.
3)
Cara
mengembangkan agar anak dapat berkembang menjadi kompeten dengan cara sebagai
berikut:
(1)
Lakukan
interaksi sesering mungkin dan bervariasi dengan anak.
(2)
Tunjukkan
minat terhadap apa yang dilakukan dan dikatakan anak.
(3)
Berikan
kesempatan kepada anak untuk meneliti dan mendapatkan kesempatan dalam banyak
hal.
(4)
Berikan
kesempatan dan dorongan maka untuk melakukan berbagai kegiatan secara mandiri.
(5)
Doronglah
anak agar mau mencoba mendapatkan ketrampilan dalam berbagai tingkah laku.
(6)
Tentukan
batas-batas tingkah laku yang diperbolehkan oleh lingkungannya.
(7)
Kagumilah
apa yang di lakukan anak.
(8)
Sebaiknya
apabila berkomunikasi dengan anak, lakukan dengan hangat dan dengan ketulusan
hati.
2.2. Bermain
2.2.1. Pengertian Bermain
Bermain merupakan suatu aktivitas di mana anak dapat melakukan atau
mempraktikkan ketrampilan, memberikan ekspresi terhadap pemikiran,menjadi
kreatif, mempersiapkan diri untuk berperan dan berperilaku dewasa.(Aziz Alimul
Hidayat,2009:55).
Bermain merupakan media yang baik untuk belajar karena dengan bermain,anak-anak akan
berkata-kata / berkomunikasi,belajar menyesuaikan diri dengan lingkungan, melakukan apa yang dapat di lakukannya,dan mengenal
waktu,jarak,serta suara.(Wong,2000:125 ).
Dengan bermain anak memiliki kemampuan untuk
memahami konsep secara ilmiah, tanpa paksaan. Bermain menurut Mulyadi (2004), secara umum sering dikaitkan dengan
kegiatan anak-anak yang dilakukan secara spontan. Banyak konsep dasar yang dapat dipelajari anak melalui aktivitas bemain.
Pada usia prasekolah, anak perlu menguasai
berbagai konsep dasar tentang warna, ukuran, bentuk, arah, besaran, dan
sebagainya. Konsep dasar ini akan lebih mudah diperoleh anak melalui kegiatan
bermain. Bermain, jika ditinjau dari sumber kegembiraannya di bagi menjadi dua,
yaitu bermain aktif dan bermain pasif. Sedangkan jika ditinau dari
aktivitasnya, bermain dapat dibagi menjadi empat, yaitu : bermain fisik,
bermain kreatif, bermain imajinatif, dan bermain manipulatif. Jenis bermain
tersebut juga merupakan ciri bermain pada anak usia pra sekolah dengan
menekankan permainan dengan alat (balok, bola, dan sebagainya) dan drama.
2.2.2. Fungsi Bermain
Fungsi utama bermain adalah merangsang
perkembangan sensori motorik,perkembangan intelektual, perkembangan sosial, perkembangan kreativitas, perkembangan kesadaran diri,
perkembangan moral, dan bermain sebagai terapi.
1.
Perkembangan sensori- motorik
Pada saat melakukan
permainan, aktivitas sensoris motoris merupakan
komponen terbesar
yang di gunakan anakm, serta
bermain yang aktif sangat penting untuk perkembangan fungsi otot.
2.
Perkembangan Intelektual.
Pada saat bermain,anak
melakukan eksplorasi dan manipulasi terhadap segala sesuatu yang ada di
lingkungan sekitarnya,terutama mengenal warna,bentuk,ukuran,tekstur,dan
membedakan objek. Pada saat bermain pula anak akan melatih diri untuk memecahkan masalah.
3.
Perkembangan sosial.
Di tandai dengan
kemampuan berinteraksi dengan lingkungannya. Melalui kegiatan bermain,anak akan
belajar memberi dan menerima.Bermain dengan orang lain akan membantu anak untuk
mengembangkan hubungan sosial dan belajar memecahkan masalah dari hubungan
tersebut.Pada saat melakukan aktivitas bermain,anak belajar berinteraksi dengan
teman,memahami bahasa lawan bicara,dan belajar tentang nilai sosial yang ada
dalam kelompoknya.
4.
Perkembangan Kreativitas.
Berkreasi adalah
kemampuan untuk menciptakan sesuatu dan mewujudkannya kedalam bentuk objek /
kegiatan yang di lakukannya.Anak akan belajar dan mencoba untuk merealisasikan
ide-idenya.
5.
Perkembangan kesadaran diri.
Melalui bermain anak
akan mengembangkan kemampuannya dalam mengatur tingkah laku.Anak juga akan
belajar mengenal kemampuannya dan membandingkannya dengan orang lain dan
menguji kemampuannya dengan mencoba peran-peran baru dan mengetahui dampak
tingkah lakunya terhadap orang lain.
6.
Perkembangan Moral
Anak mempelajari nilai
benar dan salah dari ligkungannya,terutama dari orangtua dan guru.Melalui
kegiatan bermain,aak juga akan belajar nilai moral dan etika,belajar membedakan
mana yang benar dan yang salah,serta belajar bertanggung jawab atas segala
tindakan yang telah di lakukannya.
7.
Bermain sebagai terapi.
Pada saat di rawat di
rumah sakit,anak akan mengalami berbagai perasaan yang sangat tidak menyenangkan,seperti marah,takut,cemas,sedih,dan nyeri. Perasaan tersebut merupakan dampak dari hospitalisasi yang dialami anak karena
menghadapi eberapa stressor yang ada di lingkungan Rumah Sakit.Untuk itu,
dengan melakukan permainan,anak
akan terlepas dari ketegangan dan stress yang di alaminya.
2.2.3. Tujuan Bermain
Pada prinsipnya,bermain mempunyai tujuan
sebagai berikut :
1. Untuk melanjutkan pertumbuhan dan
perkembangan yang normal pada saat sakit.
2. Mengekspresikan perasaan,keinginan,dan
fantasi,serta ide-idenya.
3. Mengembangkan kreativitas dan kemampuan
memecahkan masalah.
4. Dapat beradaptasi secara efektif terhadap
stres karena sakit dan di rawat di Rumah Sakit.
2.2.4. Faktor yang mempengaruhi aktivitas bermain
Ada lima faktor yang mempengaruhi aktivitas
bermain pada anak yaitu :
1.
Tahap perkembangan anak
2. Status Kesehatan Anak
3. Jenis kelamin anak.
4. Lingkungan yang mendukung
5. Alat dan jenis permainan yang cocok.
2.3. Permainan Konstruktif.
2.3.1.
Pengertian
Permainan Konstruktif
Konstruktif adalah bersifat membina, memperbaiki,
dan membangun. Dengan demikian yang dimaksud dengan permainan Konstruktif
adalah cara bermain yang bersifat membangun, membina, memperbaiki, dimana
anak-anak menggunakan bahan untuk membuat sesuatu yang bukan untuk bertujuan
bermanfaat, melainkan ditujukan bagi kegembiraan yang diperolehnya dari
membuatnya.Yang dimaksud konstruktif adalah bahwasanya anak-anak membuat
bentuk-bentuk dengan balok-balok,pasir,lumpur,tanah liat,manik-manik, cat,
pasta, gunting dan krayon. Sebagian besar konstruksi yang dibuat merupakan
tiruan dari apa yang dilihatnya dalam kehidupan sehari-hari atau dari layar
bioskop atau televisi.
Bermain balok susun merupakan salah satu alat
bermain konstruksi yang bermanfaat untuk anak. Tidak hanya untuk aspek kognitif, motorik, tetapi
juga untuk meningkatkan kecerdasan emosi anak ( Emotional Quotient).
Balok terdiri dari berbagai bentuk. Ada yang segitiga, segiempat, lingkaran, dengan berbagai warna yang
menarik. Balok dapat dimainkan sendiri oleh anak, maupun berkelompok dengan
teman-temannya. Anak usia batita biasanya belum dapat menciptakan bentuk bangunan
yang bermakna. Biasanya anak hanya menumpukkan baloknya saja. Karena pada tahap
ini, anak berada dalam tahap perkembangan sensor-motornya. Untuk anak di atas
usia batita, mereka sudah dapat menciptakan bentuk yang baru seperti bangunan,
jembatan, dan sebagainya.
2.3.2.
Manfaat
Permainan Konstruktif
Karena manfaatnya besar, permainan ini sebaiknya
diberikan pada anak sejak usia dini. Untuk bayi, tersedia berbagai balok yang
terbuat dari bahan busa. Manfaat dari bermain konstruktif balok antara lain:
1.
Meningkatkan
kemampuan motorik kasar dan halus anak.
2.
Mengenalkan
konsep dasar matematika yaitu : mengenalkan konsep berat dan ringan, panjang-pendek,
besar-kecil, tinggi-rendah,belajar mengelompokkan benda berdasarkan bentuk dan
warna,mengenalkan konsep arah kiri-kanan,atas-bawah.
3.
Merangsang
kreativitas dan imajinasi anak.
4.
Mengembangkan
keterampilan bahasa anak (karena anak memberikan label pada benda yang
dilihatnya serupa).
5.
Bila
bermain dengan temannya, permainan ini dapat melatih kepemimpinan, inisiatif, perencanaan,
mengemukakan pendapat, dan kemampuan mengarahkan orang lain.
6.
Permainan
ini juga mengembangkan empati anak dengan menghargai hasil karya orang lain.Inilah
yang merupakan bagian dari kecerdasan emosi anak.
2.4. Kreativitas
2.4.1. Pengertian Kreativitas
Kreativitas adalah suatu kondisi, sikap atau
keadaan yang sangat khusus sifatnya dan hampir tidak mungkin dirumuskan secara
tuntas. Kreativitas dapat
didefinisikan dalam beranekaragam pernyataan tergantung siapa dan bagaimana
menyorotinya. Istilah kreativitas dalam kehidupan sehari-hari selalu dikaitkan
dengan prestasi yang istimewa dalam menciptakan sesuatu yang baru, menemukan
cara-cara pemecahan masalah yang tidak dapat ditemukan oleh kebanyakan orang,
ide-ide baru, dan melihat adanya berbagai kemungkinan.
Menurut Solso, kreativitas adalah aktivitas kognitif yang
menghasilkan cara pandang baru terhadap suatu masalah atau situasi. Drevdal
(dalam Hurlock, 1999) menjelaskan kreativitas sebagai kemampuan seseorang untuk
menghasilkan komposisi, produk, atau gagasan apa saja yang pada dasarnya baru,
dan sebelumnya tidak dikenal pembuatnya. Kreativitas ini dapat berupa kegiatan
imajinatif atau sintesis pemikiran yang hasilnya bukan hanya perangkuman,
mungkin mencakup pembentukan polapola baru dan gabungan informasi yang
diperoleh dari pengalaman sebelumnya serta pencangkokan hubungan lama ke
situasi baru dan mungkin mencakup pembentukan korelasi baru. Bentuk-bentuk kreativitas mungkin berupa
produk seni, kesusasteraan, produk ilmiah, atau mungkin juga bersifat prosedural
atau metodologis. Jadi menurut ahli ini, kreativitas merupakan aktivitas
imajinatif yang hasilnya merupakan pembentukan kombinasi dari informasi yang
diperoleh dari pengalaman-pengalaman sebelumnya menjadi hal yang baru, berarti
dan bermanfaat.
Munandar (1995) mendefinisikan kreativitas sebagai
kemampuan untuk membuat kombinasi-kombinasi baru, asosiasi baru berdasarkan
bahan, informasi, data atau elemen-elemen yang sudah ada sebelumnya menjadi
hal-hal yang bermakna dan bermanfaat. Supriadi (2001: 7) menyimpulkan bahwa
pada intinya kreativitas adalah kemampuan seseorang untuk melahirkan sesuatu
yang baru, baik berupa gagasan maupun karya nyata, yang relatif berbeda dengan
apa yang telah ada sebelumnya.
Keberhasilan kreativitas menurut Amabile (Munandar, 2004: 77) adalah persimpangan
(intersection) antara keterampilan anak dalam bidang tertentu (domain skills),
keterampilan berpikir dan bekerja kreatif, dan motivasi intrinsik. Persimpangan kreativitas tersebut – yang
disebut dengan teori persimpangan kreativitas (creativity intersection) Dari
penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa kreativitas adalah kemampuan untuk
menciptakan sesuatu yang baru atau suatu kombinasi baru berdasarkan unsur-unsur
yang telah ada sebelumnya menjadi sesuatu yang bermakna atau bermanfaat.
2.4.2.
Ciri-ciri Kreativitas
Dalam konsepnya yang di
kenal dengan struktur intelektual,Guilford menyebutkan adanya dua kemampuan
berpikir,yaitu berpikir konvergen dan berpikir divergen.Kemampuan berpikir
konvergen atau penalaran logis menunjuk pada pemikiran yang menghasilkan satu
jawaban dan mencirikan jenis pemikiran berdasarkan tes intelegensi
standar.Sedangkan kemampuan berpikir divergen merujuk pada pemikiran yang
menghasilkan banyak jawaban atas pertanyaan yang sama dan lebih merupakan indikator
dari kreativitas ( Santrock 1995,dalam Psikologi Perkembangan:176 ). Berpikir
divergen merupakan aktivitas mental yang asli,murni,dan baru,yang berbeda dari
pola pikir sehari-hari dan menghasilkan lebih dari satu pemecahan
masalah.Berpikir konvergen dan divergen ini cenderung berkorelasi.
Di samping menyebutkan
pentingnya mengembangkan berpikir divergen,Guilford juga menyebutkan bahwa
kreativitas berarti ap-titude dan non-aptitude.Ciri-ciri aptitude
dari kreativitas (berpikir kreatif) : Ketrampilan berpikir lancar / fluency, keterampilan berpikir luwes/fleksibel (flexibility),
Keterampilan berpikir orisinal (originality), Keterampilan memperinci (elaboration).Ciri-ciri
ini di operasionalisasikan dalam tes berpikir.Namun produktivitas kreatif tidak
sama dengan produktivitas divergen.Sejauh mana sesorang mampu menghasilkan
prestasi kreatif,di tentukan oleh ciri-ciri non-aptitude (afektif).
Utami Munandar, melalui penelitiannya di
Indonesia,menyebutkan ciri-ciri kepribadian kreatif yang di harapkan dari seseorang,
yaitu:
1)
Mempunyai
daya imajinasi yang kuat.
2)
Mempunyai
inisiatif.
3)
Mempunyai
minat yang luas.
4)
Mempunyai
kebebasan dalam berpikir.
5)
Bersifat
ingin tahu.
6)
Selalu
ingin mendapatkan pengalaman-pengalaman baru.Mempunyai kepercayaan diri yang
kuat.
7)
Penuh
semangat.
8)
Berani
mengambil resiko.Berani mengemukakan pendapat dan memiliki keyakinan.
Utami Munandar menyarankan beberapa falsafah
mengajar yang perlu di kembangkan Guru dalam mendorong kreativitas peserta
didiknya,yaitu :
1.
Belajar
adalah sangat penting dan sangat menyenangkan.
2.
Anak
patut di hargai dan disayangi sebagai pribadi yang unik.
3.
Anak perlu
di dorong untuk membawa pengalaman,gagasan,minat,dan bahan mereka ke
kelas.mereka di mungkinkan untuk memicarakan bersama dengan guru mengenai
tujuan belajar setiap hari,dan perlu di beri otonomi dalam menentukan bagaimana
mencapainya.
4.
Anak
perlu merasa nyaman dan di rangsang di dalam kelas,tanpa adanya tekanan dan
ketegangan.
5.
Anak
harus mempunyai rasa memiliki di dalam kelas.Mereka perlu di libatkan dalam
merancang kegiatan belajar dan di perbolehkan membawa bahan-bahan dari rumah.
6.
Guru
hendaknya berperan sebagai narasumber,bukan polisi atau dewa. Anak harus
menghormati Guru,tetapi merasa nyaman dan aman bersama Guru.
7.
Anak
perlu merasa bebas untuk mendiskusikan masalah secara terbuka,baik dengan Guru
maupun dengan teman sebaya.
8.
Kerja
sama selalu lebih daripada kompetisi.
9.
Pengalaman
belajar hendaknya dekat dengan pengalaman dari dunia nyata.
2.4.3.
Komponen Pokok Kreativitas
Suharnan (dalam Nursisto, 1999) mengatakan bahwa
terdapat beberapa komponen pokok dalam kreativitas yang dapat dijelaskan
sebagai berikut:
1.
Aktifitas
berpikir.Kreativitas selalu
melibatkan proses berpikir di dalam diri seseorang. Aktifitas ini merupakan
suatu proses mental yang tidak tampak oleh orang lain, dan hanya dirasakan oleh
orang yang bersangkutan. Aktifitas ini bersifat kompleks, karena melibatkan
sejumlah kemampuan kognitif seperti persepsi, atensi, ingatan, imajeri,
penalaran, imajinasi, pengambilan keputusan, dan pemecahan masalah,menemukan
atau menciptakan sesuatu yang mencakup kemampuan menghubungkan dua gagasan atau
lebih.
2.
Kemampuan
mengubah pandangan yang ada,dan menggantikannya dengan cara pandang lain yang
baru, dan kemampuan menciptakan suatu kombinasi baru berdasarkan konsep-konsep
yang telah ada dalam pikiran. Aktifitas menemukan sesuatu berarti melibatkan
proses imajinasi yaitu kemampuan memanipulasi sejumlah objek atau situasi di
dalam pikiran sebelum sesuatu yang baru diharapkan muncul.
3.
Sifat baru atau orisinal. Umumnya kreativitas
dilihat dari adanya suatu produk baru. Produk ini biasanya akan dianggap
sebagai karya kreativitas bila belum pernah diciptakan sebelumnya, bersifat
luar biasa, dan dapat dinikmati oleh masyarakat.
Kreativitas lahir bukan
semata-mata karena faktor keturunan, tetapi lebih karena adanya faktor
stimulasi dari lingkungan anak. Dalam hal ini, stimulus dan bimbingan orang tua
merupakan faktor utama dalam menumbuh kembangkan kreativitas anak. Dengan
mengenali dan memahami ciri anak kreatif, orang tua dapat mengoptimalkan
kemampuannya untuk mengembangkan kreativitas anak-anaknya.
2.4.4.
Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi
Kreativitas
Kreativitas seseorang berkembang dipengaruhi oleh
faktor-faktor internal (diri sendiri) dan eksternal (lingkungan). Faktor-faktor
yang bersumber dari diri sendiri, seperti kondisi kesehatan fisik, tingkat
kecerdesan (IQ), dan kesehatan mental. Sementara faktor lingkungan yang
mendukung perkembangan kreativitas anak Pra sekolah yaitu :
1.
Orang
tua atau pendidik dapat menerima anak apa adanya, serta memberi kepercayaan
padanya bahwa pada dasarnya dia baik dan mampu,
2.
Orang
tua atau guru bersikap empati kepada anak, dalam arti mereka memahami pikiran,
perasaan, dan perilaku anak,
3.
Orang
tua atau pendidik memberi kesempatan kepada anak untuk mengungkapkan pikiran,
perasaan, dan pendapatnya
4.
Orang
tua atau pendidik memupuk sikap dan minat anak dengan berbagai kegiatan yang
positif.
5.
Orang
tua atau pendidik menyediakan sarana prasarana pendidikan yang memungkinkan
anak mengembangkan keterampilannya dalam membuat karya-karya yang
produktif-inovatif.
Kreativitas membutuhkan EQ (kecerdasan
emosional). Goleman seorang pakar EQ mengatakan, IQ menyumbang 20 persen saja
dalam keberhasilan seseorang sementara 80 persen lainnya ditentukan oleh
kekuatan-kekuatan lainnya. Misalnya kesediaan untuk bekerja keras, disiplin,
rasa percaya diri, dan termasuk di dalamnya EQ. Kesemuanya faktor penunjang kreativitas ini dapat dibina, dilatih, dan
dikembangkan sejak anak berusia dini. Antara kreativitas dan intelegensi
terdapat perbedaan. Apabila kita mengacu kepada teori Guilford tentang Structure of Intelect (dalam
Hawadi, 2001:19) maka intelegensi lebih menyangkut pada cara berpikir konvergen
(memusat), sedangkan kreativitas lebih berkenaan dengan cara berpikir divergen
(menyebar). Munandar menjelaskan bahwa berpikir konvergen adalah pemberian
jawaban atau penarikan kesimpulan yang logis (penalaran) dari informasi yang
digunakan dengan penekanan pada pencapaian jawaban tunggal yang paling tepat.
Adapun berpikir divergen (yang juga disebut berpikir kreatif) adalah kemampuan
memberikan bermacam-macam jawaban berdasarkan informasi yang diberikan dengan
penekanan pada keragaman, jumlah, dan kesesuaian.
Mengenai hubungan kreativitas dan intelegensi
dapat diamati melalui hasil studi para ilmuwan psikologi. Torrance (1965) dalam
temuan hasil penelitiannya menjelaskan bahwa anak-anak yang tinggi
kreativitasnya memiliki taraf intelegensi (IQ) di bawah rata-rata IQ kelompok
sebayanya.
Dalam kaitannya dengan
keberbakatan (giftedness), Torrance mengemukakan bahwa IQ tidak dapat dijadikan
ukuran satu-satunya sebagai kriteria untuk mengidentifikasi anak-anak yang
berbakat. Apabila yang digunakan untuk menetukan kriteria keberbakatan
hanya IQ, diperkirakan 70% anak yang memiliki tingkat kreativitas tinggi
akan tersingkir dari penyaringan.
2.4.5.
Peran Orang Tua Dalam Mengembangkan
Kreativitas Anak
Kreativitas merupakan kunci sukses dan
keberhasilan dalam kehidupan. Orang yang tidak kreatif, kehidupannya
statis dan sulit sekali meraih keberhasilan. Dengan keadaan zaman yang sudah
mengglobal dan penuh dengan tantangan serta persaingan seperti sekarang ini
membutuhkan orang-orang yang kreatif. Begitu bermaknanya kreativitas bagi
kehidupan seseorang, maka pendidikan dan pengembangan kreativitas tidak bisa
ditunda-tunda, harus dimulai sejak usia dini. Agar kreativitas anak dapat
berkembang secara optimal, maka orang tua atau guru dapat melakukan strategi 4P
yaitu ; Pribadi, Pendorong, Proses, dan Produk.
1.
Pribadi
Oang tua harus paham, tiap anak memiliki pribadi
berbeda, tiap anak adalah unik. Karena itu kreativitas juga merupakan
sesuatu yang unik.
2.
Pendorong,
Untuk mengembangkan
kreativitas anak, orang tua harus dapat memberikan dorongan kepada
anaknya agar dapat memunculkan motivasi dalam diri anak yaitu motivasi
instrinsik dan ekstrinsik.
3.
Proses
Jika sarana dan prasana sudah
tersedia, dorongan sudah ada, maka anakpun akan berproses dan berkreasi. Proses
inilah yang penting untuk anak ketika bermain. Ia akan merasa mampu dan
senang bersibuk diri secara kreatif. Entah dengan melukis, menyusun balok-balok
menjadi sebuah menara dan sebagainya. Hargailah kreasinya tanpa perlu
berlebihan. Sebab, secara intuitif anak akan tahu, apakah penghargaan itu tulus
atau sekadar basa-basi.
4.
Produk
Setelah ketiga faktor di atas
dipenuhi, maka anakpun akan menghasilkan produk kreatif. Produk kreatif
anak usia dini dapat berupa lukisan, alat mainan, bentukan tanah liat. Peran
orang tua di sini adalah memberikan penghargaan atas produk-produk yang
dihasilkan anak dengan cara memberi pujian atau memajang hasil karya anak.
Kreativitas anak akan
berkembang jika orang tua mempunyai kebiasaan-kebiasaan kreatif seperti teliti,
cermat, disiplin, dan keteraturan dalam kehidupan sehari-hari yang dapat
dicontoh oleh anak. Selain itu kreatif dalam berkarya seperti membuat alat
permainan bersama-sama dengan anak, memanfaatkan bahan-bahan alami yang ada di
lingkungan atau bahan bekas kemasan kebutuhan rumah tangga.
Peran orang tua memegang peranan yang sangat penting
dalam memfasilitasi perkembangan kreativitas anak, bukan memaksakan kehendak
kepada anak. Karena kreativitas lebih bersifat personal dan privasi, ketimbang
sosial dan massal, maka tumbuh kembangnya membutuhkan berbagai interaksi.
Langganan:
Postingan (Atom)