Senin, 11 Juni 2012

HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN SIKAP IBU POST PARTUM TENTANG ANTENATAL CARE DENGAN KETERATURAN SAAT ANTENATAL CARE DI POLINDES WILAYAH KERJA PUSKESMAS PETERONGAN



BAB I
PENDAHULUAN

1.1       Latar Belakang
Kehamilan merupakan proses pembuahan (konsepsi), masa pembentukan bayi dalam rahim, dan diakhiri oleh lahirnya sang bayi. Kehamilan sebagai keadaan patologis dapat diikuti proses yang mengancam keadaan ibu dan janin. Ante natal care (ANC) adalah pemeriksaan kehamilan yang dilakukan untuk memeriksa keadaan ibu dan janin secara berkala, yang diikuti dengan untuk koreksi terhadap penyimpangan yang ditemukan, sehingga kelainan yang ada dapat dikenal lebih dini (Mansjoer, 2005). Kurangnya cakupan ANC ibu hamil disebabkan keluarga tidak mengetahui perlunya pemeriksaan kehamilan, mereka hanya mengandalkan cara-cara tradisional, kurangnya pengetahuan, dan sikap ibu hamil tentang kunjungan ANC sehingga ibu hamil dan keluarga tidak mengerti pentingnya keteraturan pemeriksaan kehamilan, sulitnya transportasi berdampak terhadap pelayanan kesehatan ANC, dan sosial budaya yang tidak mendukung pada pelayanan ANC (Prawirohardjo, 2005).
Menurut Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2009 Angka Kematian Ibu di Indonesia sebesar 228/100.000 Kelahiran Hidup. Angka kematian ibu merupakan barometer pelayanan kesehatan ibu disuatu negara. Di Jawa Timur Angka Kematian Bayi (AKB) 32,8 persen di tahun 2009, dan pada tahun 2014 angka kematian bayi ditarget turun 26% (Profil Jawa Timur, 2005). Angka kematian ibu (AKI/Angka Kematian Ibu) di Provinsi Jawa Timur pada 2009 tercatat 32,8% dari tiap 1000 kelahiran. Pencapaian cakupan K1 mencapai 79.58%, dan K4 tercapai 76.46%. Target yang diharapkan adalah untuk K1 90%, dan K4 86%  (Dinkes Jawa Timur, 2009). AKI di Jombang tahun 2009 terdapat 18 kematian ibu bersalin 20346 jumlah lahir hidup, jumlah AKB sebanyak 211 per 1000 kelahiran hidup (Profil Dinas Kesehatan Jombang, 2009). Jumlah ibu hamil di Kabupaten Jombang tahun 2009 sebanyak 23.876 orang, dengan cakupan K1 sebesar 84.86% (20.155 ibu hamil), cakupan K4 sebanyak 75.41% (18.006 ibu hamil). Data dari Puskesmas Peterongan Jombang jumlah ibu hamil tahun 2009 sebanyak 682 ibu hamil, dengan cakupan K1 sebanyak 81.8% (558 ibu hamil), dan K4 sebesar 78.3% (534 ibu hamil).
Pengawasan kehamilan (ANC) dilakukan untuk menurunkan AKI dan AKB sebagai cerminan kemampuan setiap bangsa untuk memberikan pelayanan dan pengayoman medis terhadap masyarakat (Manuaba, 2005:88). Ketidakmengertian ibu hamil tentang pemeriksaan kehamilan pada trimester pertama menyebabkan tidak terdeteksinya komplikasi kehamilan secara dini. Hal ini akan menyebabkan abortus, sekitar 20-30% ibu hamil mengalami perdarahan atau kram minimal 1 kali selama 20 minggu pertama kehamilan. Sekitar separuhnya menyebabkan keguguran dan 85% keguguran terjadi pada trimester pertama, kehamilan ektopik, mola hidatidosa, blighted ovum (Prawirohardjo, 2005).
Pemerintah berupaya menurunkan AKI dan AKB dengan menetapkan strategi dan kebijakan berupa program kesehatan termasuk peningkatan antenatal care (ANC) kepada ibu selama hamil. Pemerintah menetapkan standar pelayanan antenatal 7T (mengukur tinggi badan dan berat badan, tinggi fundus uterus, imunisasi toxoid, temu wicara, dan pemberian tablet tambah darah minimal 90 tablet selama masa kehamilan (Depkes RI, 2006:1). Pengetahuan merupakan salah satu aspek penting seseorang untuk melakukan tindakan (overt behavior), pengetahuan yang baik akan terbentuk sikap positif dan keteraturan pelaksanaan antenatal care pada ibu ibu hamil, hal ini akan direfleksikan dengan melakukan pemeriksaan kehamilan pada tenaga kesehatan (ANC) (Prawirohardjo, 2005). Studi pendahuluan bulan Nopember 2010 di Posyandu wilayah kerja Puskesmas Peterongan Kabupaten Jombang pada 20 ibu hamil dengan wawancara, diketahui bahwa 5 ibu hamil berpengetahuan baik, dan memiliki sikap yang positif mendukung terhadap pelaksanaan kunjungan ANC), dan 6 ibu hamil berpengetahuan cukup bersikap positif, sedangkan 9 ibu hamil berpengetahuan kurang dan bersikap negatif (menolak pelaksanaan kunjungan ANC). Ibu hamil yang bersikap negatif disebabkan masih rendahnya pengetahuan dan sikap ibu hamil melakukan kontak dengan tenaga kesehatan (ANC).
Berdasarkan latar belakang tersebut diatas maka peneliti tertarik untuk mengetahui hubungan antara tingkat pengetahuan dan sikap tentang antenatal care dengan keteraturan pelaksanaan antenatal care pada ibu post partum di Polindes wilayah kerja Puskesmas Peterongan. 
1.2       Rumusan Masalah
Adakah hubungan antara tingkat pengetahuan dan sikap tentang antenatal care dengan keteraturan pelaksanaan antenatal care pada ibu post partum di Polindes wilayah kerja Puskesmas Peterongan?
 

1.3       Tujuan Penelitian
1.3.1        Tujuan umum
Untuk menganalisa hubungan antara tingkat pengetahuan dan sikap tentang antenatal care dengan keteraturan pelaksanaan antenatal care pada ibu post partum di Polindes wilayah kerja Puskesmas Peterongan.
1.3.2        Tujuan khusus
1          Mengidentifikasi tingkat pengetahuan tentang antenatal care ibu post partum di Polindes wilayah kerja Puskesmas Peterongan
2          Mengidentifikasi sikap tentang antenatal care ibu post partum di Polindes wilayah kerja Puskesmas Peterongan
3          Mengidentifikasi keteraturan pelaksanaan antenatal care pada ibu post partum di Polindes wilayah kerja Puskesmas Peterongan
4          Menganalisis hubungan antara tingkat pengetahuan dan sikap tentang antenatal care dengan keteraturan pelaksanaan antenatal care pada ibu post partum di Polindes wilayah kerja Puskesmas Peterongan

1.4       Manfaat Penelitian
1.4.1.      Bagi institusi pendidikan
Diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan untuk menambah informasi dan wacana tentang hubungan antara tingkat pengetahuan dan sikap tentang antenatal care dengan keteraturan pelaksanaan antenatal care pada ibu post partum.
1.4.2.      Bagi peneliti
Dapat dijadikan sebagai bahan latihan berpikir secara ilmiah dalam memecahkan masalah yang ada di dalam masyarakat.
1.4.3.      Bagi tempat penelitian
Sebagai bahan untk memberikan penyuluhan sehingga terbentuk perilaku ibu hamil yang baru dalam melakukan keteraturan kunjungan ANC.
1.4.4.      Bagi Peneliti Selanjutnya
Sebagai referensi bagi peneliti yang akan meneliti lebih lanjut terkait dengan hubungan antara tingkat pengetahuan dan sikap tentang antenatal care dengan keteraturan pelaksanaan antenatal care pada ibu post partum



BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1.  Konsep Dasar Pengetahuan
2.1.1.      Pengertian pengetahuan
Menurut Hidayat (2002) pengetahuan pada dasarnya menunjuk pada sesuatu yang diketahui berdasarkan stimulus yang diberikan, dengan adanya stimulus maka seseorang akan mengetahui atau memiliki pengetahuan.
Menurut Sobur (2005) pengetahuan adalah hasil upaya manusia dalam mencari kebenaran tentang sesuatu, melalui suatu penelitian dengan berbagai persyaratan, yang disusun secara sistematis, sehingga dapat dipelajari, disebarluaskan, dan dimanfaatkan untuk kesejahteraan umat manusia.
Menurut Notoatmodjo (2009) mendefinisikan pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu obyek tertentu.
2.1.2.      Tingkat Pengetahuan
Tingkat pengetahuan menurut Notoatmodjo (2009) adalah sebagai berikut:
1.        Tahu (Know)
Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali (recall) terhadap sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima.
2.        Memahami (Comprehention)
Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang obyek yang diketahui dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar. Orang telah faham terhadap obyek atau materi harus dapat menjelaskan, menyebutkan, contoh, menyimpulkan meramal dan sebagainya, terhadap obyek yang dipelajari.
3.        Aplikasi (Aplication)
Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi dan kondisi real (sebenarnya). Aplikasi di sini dapat diartikan sebagai aplikasi atau penggunaan hukum, rumus, metode, prinsip dalam kontek atau situasi lain.
4.        Analisis (Analisys)
Analisis adalah kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu obyek ke dalam komponen-komponen. Tetapi masih di dalam struktur organisasi tersebut dan masih ada kaitannya satu sama lain.
5.        Sintesis (Synthesis)
Sintesis menunjukkan kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru dengan sintesis adalah suatu kemampuan untuk formulasi-formulasi yang ada.
6.        Evaluasi (Evaluation)
Evaluasi ini kaitannya dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian-penilaian. Itu berdasarkan suatu kriteria-kriteria yang ada.
2.1.3.      Faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan
Faktor yang mempengaruhi pengetahuan seseorang (Azwar, 2007) yaitu:
1.    Faktor internal
1)        Pendidikan
Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya dan masyarakat. Pendidikan meliputi pengajaran keahlian khusus, dan juga sesuatu yang tidak dapat dilihat tetapi lebih mendalam yaitu pemberian pengetahuan, pertimbangan dan kebijaksanaan.
2)        Minat
Suatu fungsi jiwa untuk dapat mencapai sesuatu, minat merupakan kekuatan dari dalam diri sendiri untuk menambah pengetahuan.
3)        Intelegensi
Pengetahuan yang dipengaruhi Intelegensia adalah pengetahuan intelegen dimana seseorang dapat bertindak secara tepat, cepat,dan mudah dalam mengambil keputusan. Seseorang yang mempunyai intelegensia yang rendah akan bertingkah laku lambat dalam pengambilan keputusan.
2.    Faktor eksternal
1)        Media masa
Dengan majunya teknologi akan tersedia pula bermacam-macam media masa yang dapat pula mempengaruhi pengetahuan masyarakat tentang inovasi baru.
2)        Pengalaman
Pengalaman dari diri sendiri maupun orang lain yang meninggalkan kesan paling dalam akan menambah pengetahuan seseorang.
3)        Sosial budaya
Sosial budaya adalah hal-hal yang komplek yang mencakup pengetahuan, kepercayaan, moral, hukum, adat-istiadat, kemampuan-kemampuan, serta kebiasaan berevolusi dimuka bumi ini sehingga hasil karya, karsa dan cipta dari masyarakat. Masyarakat kurang menyadari bahwa kurang mengetahui beberapa tradisi dan sosial budaya yang bertentangan dari segi kesehatan yang dimana hal ini tentunya berkaitan atau tidak terlepas dari suatu pendidikan.
4)        Lingkungan
Lingkungan dimana kita hidup dan dibesarkan mempunyai pengaruh besar terhadap pengetahuan seseorang.
5)        Penyuluhan
Meningkatkan pengetahuan masyarakat juga dapat melalui metode penyuluhan. Dengan pengetahuan bertambah seseorang akan merubah perilakunya.
6)        Informasi
Informasi merupakan pemberitahuan secara kognitif baru bagi penambahan pengetahuan. Pemberian informasi adalah untuk menggugah kesadaran ibu hamil terhadap suatu motivasi yang berpengaruh terhadap pengetahuan.

2.2.  Konsep Dasar Sikap
2.2.1.      Pengertian sikap
Sikap merupakan kesiapan untuk bereaksi terhadap suatu objek dengan cara-cara tertentu. Kesiapan yang dimaksud disini adalah kecenderungan potensial untuk bereaksi dengan cara tertentu apabila individu dihadapkan pada stimulus yang menghendaki adanya respon (Azwar, 2007).
Sikap adalah penilaian (bisa berupa pendapat) seseorang terhadap stimulus atau objek (Notoatmodjo, 2009).
Sikap merupakan pandangan atau perasaan yang disertai kecenderungan untuk bertindak sesuai dengan sikap obyek tersebut (Purwanto, 2007).
Sikap adalah suatu bentuk evaluasi atau reaksi perasaan. Sikap seseorang terhadap suatu objek adalah perasaan mendukung atau memihak (favourable) maupun perasaan tidak mendukung atau tidak memihak (unfavourable) pada objek tersebut (Sobur, 2005).
Dengan demikian sikap pada dasarnya meliputi rasa suka dan tidak suka, penilaian serta reaksi menyenangkan atau tidak menyenangkan terhadap objek, orang, situasi, dan mungkin aspek-aspek dunia lain (ide abstrak dan kebijaksanaan sosial) yang kemudian mengkristal sebagai potensi reaksi terhadap objek sikap.
2.2.2.      Ciri-ciri sikap
Ciri sikap menurut Purwanto (2007) yakni:
1.        Sikap bukan dibawa sejak lahir melainkan dibentuk atau dipelajari sepanjang perkembangan orang itu dalam hubungan dengan objeknya, seperti kebutuhan akan pelayanan kesehatan pada tenaga medis.
2.        Sikap dapat berubah-ubah karena sikap itu dapat dipelajari dan karena itu pula sikap dapat  berubah pada orang-orang bila terdapat keadaan-keadaan dan syarat-syarat tertentu yang mempermudah sikap pada orang itu.
3.        Sikap tidak berdiri sendiri tetapi senantiasa mempunyai hubungan tertentu dengan suatu objek.
4.        Sikap mempunyai segi motivasi dan segi-segi perasaan. Sifat inilah yang membedakan sikap dan kecakapan-kecakapan atau pengetahuan yang duniliki seseorang.
2.2.3.      Struktur Sikap
Struktur sikap dibagi menjadi 3 komponen yang saling menunjang (Azwar, 2007) yaitu komponen kognitif (cognitive), komponen afektif (affective), dan komponen konatif (conative).
1.        Komponen kognitif (cognitive)
Komponen kognitif merupakan representasi apa yang dipercaya oleh individu pemilik sikap. Komponen kognitif berisi kepercayaan seseorang mengenai apa yang berlaku atau apa yang benar bagi objek sikap. Sekali kepercayaan terbentuk maka Ia akan menjadi dasar pengetahuan seseorang mengenai apa yang dapat diharapkan dan objek tertentu (Azwar. 2007). Komponen kognitif mi dapat disamakan dengan pandangan (opini), terutama apabila menyangkut isu atau masalah yang kontroversial (Sobur, 2005).
2.        Komponen afektif (affective)
Komponen afektif merupakan perasaan yang menyangkut masalah emosional subyektif seseorang terhadap suatu objek sikap. Secara umum, komponen mi disamakan dengan perasaan yang dimiliki terhadap sesuatu (Azwar. 2007). Komponen perasaan menunjuk path emosional terhadap objek. Objek dirasakan sebagai sesuatu yang menyenangkan atau tidak menyenangkan, disukai atau tidak disukai. Aspek emosional inilah yang biasanya berakar paling dalam sebagai komponen sikap dan merupakan aspek yang paling bertahan terhadap pengaruh-pengaruh yang mungkin akan mengubah sikap seseorang (Sobur, 2005).
3.        Komponen konatif (conative)
Komponen konatif merupakan aspek kecenderungan berperilaku tertentu sesuai dengan sikap yang dimiliki oleh seseorang. Komponen ini menunjukkan bagaimana berperilaku atau kecenderungan berperilaku yang ada dalam diri seseorang berkaitan dengan objek sikap yang dihadapinya (Azwar. 2007). Komponen kecenderungan tindakan adalah kecenderungan-kecenderungan tindakan seseorang, baik positif maupun negative, terhadap objek sikap. Sikap positif membuat seseorang akan membantu atau menolong maupun menyokong objek. Sikap negative berarti berusaha menghindari, menghancurkan, atau merugikan objek (Sobur, 2005).
2.2.4.      Tingkatan sikap
Seperti halnya pengetahuan, sikap ini terdiri dari berbagai tingkatan antara lain (Notoatmodjo, 2003 ; 132)
1.        Menerima (receiving)
Menerima diartikan bahwa orang (subyek) mau dan memperhatikan stimulus yang diberikan (obyek).
2.        Merspon (responding)
Memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan, dan menyelesaikan tugas yang diberikan adalah suatu indikasi dari sikap.
3.        Menghargai (valuing)
Mengajak orang lain untuk mengewrjakan atau mendiskusikan suatu masalah adalah suatu indikasi sikap tingkat tiga.
4.        Bertanggung jawab (responsible)
Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala resiko merupakan sikap paling tinggi.
2.2.5.      Interaksi Komponen Sikap
Interaksi antar ketiga komponen sikap adalah selaras dan konsisten, dikarenakan apabila dihadapkan dengan suatu objek sikap yang sama maka ketiga komponen itu harus mempolakan arah sikap yang seragam. Apabila salah satu diantara ketiga komponen itu tidak konsisten (inkonsistensi) satu sama lain, maka akan terjadi ketidakselarasan yang menyebabkan timbulnya mekanisme perubahan sikap sedemikian rupa sehingga konsistensi itu tercapai kembali (Sobur, 2005).
Konsistensi internal diantara komponen-komponen sikap lebih terasa perlu dipertahankan pada sikap yang intensitasnya ekstrim, seperti sikap yang sangat setuju (sangat positif) dan sikap yang sangat tidak setuju (sangat negatif). Semakin ekstrim intensitas sikap seseorang maka semakin terasa apabila ada semacam serangan terhadap salah satu komponen sikapnya. Dan segi lain sikap ekstrim biasanya tidak mudah untuk diubah. Hal ini menimbulkan bentuk perilaku kompensatif apabila terjadi ketidakseimbangan komponen sikap. Perilaku kompensatif tersebut darpat berbentuk reaksi yang berlebihan yang searah dengan sikap semula dan secara tidak sadar diperlihatkan individu untuk mempertahankan ego (Azwar. 2007).
2.2.6.      Pembentukan Sikap
Sikap setiap orang sama dalam pembentukannya, tetapi berbeda dalam pembentukannya (Krech, Crutchfield, dan Ballachey, 1999). Hal mi menyebabkan adanya perbedaan sikap seseorang atau individu dengan sikap temannya, familinya, dan tetangganya (Sobur, 2005).
Sikap sosial terbentuk dan adanya interaksi sosial yang dialami oleh individu. Interaksi sosial mengandung anti lebih daripada sekedar adanya kontak sosial dan hubungan antar individu sebagai anggota kelompok sosial. Dalam interaksi sosial, terjadi hubungan saling mempengaruhi di antara individu yang satu dengan yang lain, terjadi hubungan timbal balik yang turut mempengaruhi pola perilaku masing-masing individu sebagai anggota masyarakat (Azwar. 2007).
Terbentuknya sikap seseorang pada dasarya dilandasi norma- norma sebelumnya, sehingga dengan norma-norma tersebut beserta pengalaman dimasa lalu akan membentuk suatu sikap, bahkan bertindak (Sobur, 2005).
1.      Observasi (terhadap kelompok dan kejadian) serta pengalaman partisipasi dengan kelompok yang dihadapi.
2.      Perbandingan pengalaman yang mirip dengan respon atau reaksi yang diberikan, serta hasil dan reaksi terhadap dirinya.
3.      Pengalaman yang sama melibatkan emosi, karena suatu kejadian yang telah menyerap perasaannya sulit dilupakan sehingga reaksi akan merupakan reaksi berdasarkan usaha menjauhi situasi yang diharapkan.
4.      Mengadakan perbandingan antara sesuatu yang dihadapinya dan pengalaman orang lain yang dianggap lebih berpengalaman, lebih ahli, dan sebagainya.
2.2.7.      Perubahan Sikap
Perubahan sikap path individu ada yang terjadi dengan mudah, ada yang sukar. Hal mi bergantung pada kesiapan seseorang untuk menerima atau menolak rangsangan yang datang padanya. Selain itu perubahan sikap tidak hanya menyebabkan perubahan yang terjadi pada din seseorang juga menyebabkan terjadinya perubahan pada masyarakat dan kebudayaan. Terjadinya perubahan sikap seiring dengan perkembangan ants informasi, hal tersebut dapat menimbulkan nilai dan norma baik dalam bidang ekonomi, sosial, politik, kesehatan. Keterubahan suatu sikap tergantung pada karakteristik sistem sikap, kepribadian individu dan afiliasi individu terhadap kelompok (Sobur, 2005).
1.        Karakteristik sikap meliputi:
1)        Sikap ekstrem (extremeness)
Sikap yang ekstrem sulit berubah, baik dalam perubahan kongruen (perubahan yang searah, yakni bertambahnya derajat kepositifan atau kenegatifan dan searah) maupun inkongruen (perubahan sikap ke arah yang berlawanan, misal sikap yang semula negatif menjadi positif atau sebaliknya. Kesimpulan hasil ekperimen menunjukkan hal-hal sebagai berikut:
(1)      Makin ekstrem suatu sikap, makin sedikit terjadi perubahan.
(2)      Sikap yang ekstrem lebih sulit diubah secara inkongruen daripada secara kongruen.
2)        Multifleksitas (multiplexity)
Sikap yang karakteristik multiflek mudah berubah secara kongruen, namun sulit berubah secara inkongruen. Sebaliknya sikap yang simpel mudah berubah secara inkongruen, namun sulit berubah secara kongruen.
3)        Konsistensi (consistency)
Sikap yang konsisten cenderung menunjukkan sikap yang stabil, karena komponennya saling mendukung satu sama lain. ini akan mudah diubah ke arah kongruen.
4)        Interconnectedness
Interconnectedness adalah keterikatan suatu sikap dengan sikap lain dalam suatu kluster. Sikap yang mempunyai kadar keterikatan tinggi sulit diubah ke arah inkongruen.
5)        Konsonan (consonance)
Sikap yang saling berderajat selaras akan lebih cenderung membentuk suatu kluster. Kluster tersebut cenderung pula memiliki derajat saling keterhubungan.
6)        Strength and number of wants served by attitude
Dapat berubah tidaknya sikap seseorang ditentukan oleh kekuatan dan ragam-ragamnya. Sikap yang memiliki kekuatan dan keanekaragaman keinginan yang akan dipuaskan disebut sikap yang multiservice. Sikap multiservice ini sangat dihargai dan diharapkan seseorang. Sikap yang demikian sukar berubah pada jenis inkongruen, namun pada perubahan kongruen mudah berubah.
7)        Centrality of the value to which the attitude is related
Sikap seseorang yang berakar pada nilai yang dianutnya, meskipun ditukarkan alasan-alasan persuasif dan didukung oleh kenyataan yang kuat tetap sulit untuk diubah, kecuali dengan cara mengubah nilai.
2.        Perubahan sikap
Perubahan sikap seseorang tidak saja ditentukan oleh karakteristik sistem sikapnya, tetapi juga oleh keadaan kepribadiannya. Hubungan antara kepribadian seseorang dan perubahan sikap merupakan sesuatu yang kompleks. Hal tersebut dapat dikaji relatif sedikit melalui aspek-aspek kepribadian yang meliputi:
1)        Intelligence
Corak intelligence yang dimiliki seseorang menentukan derajat sikapnya. Sebagai contoh, apabila seseorang cepat tanggap sikapnya terhathp berita baru yang komplek misalnya tentang pemeliharaan kesehatan terhadap alat reproduksi orang tersebut dapat dinyatakan lebih balk dalam menganalisis dan mengevaluasi argumentasi berita-berita tersebut.
2)        General persualibity
Kesiapan seseorang untuk menerima pengaruh sosial tanpa memandang komunikatornya, topik, media, dan keadaan komunikasinya, disebut dengan general atau unbound persualibility. Pada general atau unbound persualibility dijumpai pula bermacam-macam bond persualibilty factors. Bond persualibility factors adalah kecenderungan yang ada pada seseorang terhadap pengaruh tertentu dan suatu komunikasi, contohnya adalah topic bond yaitu kesiapan untuk menolak atau menerima suatu argumentasi dalam toik tertentu. Bentuk kedua, berkenaan mudah tidaknya dipengaruhi oleh komunikasi yang jelas dan menarik, seperti ciri bahasanya.
3)        Self defensiveness
Salah satu ciri kepribadian yang dimiliki seseorang juga berpengaruh pada perubahan sikapnya, yaitu berpegang teguh secara ngotot untuk menegakkan harga dirinya. Orang yang demikian sukar untuk membebaskan diri dan ciri kepribadian yang dimilikinya (konservatif).\
4)        Cognitive needs and styles
Kebutuhan dan gaya hidup kognitif seseorang turut menentukan perubahan sikapnya. Seseorang yang memerlukan pemahaman yang jelas akan bereaksi terhadap informasi baru yang bertentangan dengan sikapnya. Pemahaman yang jelas tidak senang terhadap perubahan yang inkongruen karena situasi. Seseorang yang cenderung dapat berubah sikapnya jenis yang kongruen, bilamana Ia bereaksi terhadap ketertutupannya mencari kejelasan dan pemahaman terhadap inforniasi yang menentang sikapnya.
3.        Afiliasi kelompok
Perubahan sikap bergantung pada derajat dukungan kelompok terhadap individu. ini berkaitan dengan nilai keanggotan individu dalam kelompoknya. Sikap yang merefleksikan norma kelompok yang dinilai tinggi sulit untuk diubah. Terdapat kecenderungan yang konsisten bagi suatu perubahan sikap terjadi berlawanan arah dengan penilaian keanggotaan.
2.2.8.      Fungsi Sikap
Fungsi sikap bagi manusia dibagi menjadi empat macam (Azwar, 2007) yaitu:
1.        Fungsi instrumental, fungsi penyesuaian, atau fungsi manfaat
Fungsi ini menyatakan bahwa individu dengan sikapnya berusaha untuk memaksimalkan hal-hal yang diinginkan dan meminimalkan hal-hal yang tidak diinginkan. Dengan demikian, individu akan membentuk sikap positif terhadap hal-hal yang dirasakannya akan mendatangkan keuntungan dan membentuk sikap negatif terhadap hal-hal yang dirasakannya akan merugikan dirinya. Dalam pergaulan sosial, sikap yang sesuai akan memungkinkan seseorang untuk memperoleh persetujuan sosial dan orang di sekitarnya. Pernyataan sikap tertentu akan dihargai oleh orang-orang di sekitarnya. Pernyataan sikap tertentu akan dihargai oleh orang-orang yang dianggap penting seperti orang tua, atasan, teman akrab, dan lain-lain
2.        Fungsi pertahanan ego
Sewaktu individu mengalami hal yang tidak menyenangkan dan dirasa akan mengancam egonya, atau sewaktu ia mengetahui fakta dan kebenaran yang tidak mengenakkan bagi dirinya maka sikapnya dapat berfungsi sebagai mekanisme pertahanan ego yang akan melindungi dan kepahitan kenyataan tersebut. Sikap dalam hal ini, merefleksikan problem kepribadian yang tidak terselesaikan.
3.        Fungsi pernyataan sikap
Nilai adalah konsep dasar mengenai apa yang dipandang sebagai baik dan diinginkan. Nilai-nilai terminal merupakan preferensi mengenai keadaan akhir tertentu seperti persamaan, kemerdekaan, hak azazi, dan lain-lain. Nilai-nilai instrumental merupakan preferensi atau pilihan mengenai berbagai perilaku dan sifat pribadi seperti kejujuran, keberanian, atau kepatuhan akan aturan. Dengan fungsi ini seseorang seringkali mengembangkan sikap tertentu untuk memperoleh kepuasan dalam menyatakan nilai yang dianutnya sesuai dengan penilaian pribadi dan konsep dirinya. Sikap digunakan sebagai sarana ekspresi nilai sentral dalam dinlnya. Fungsi inilah yang menyebabkan orang sering lupa diri sewaktu berada dalam situasi masa seideologi atau sama nilai.
4.        Fungsi pengetahuan
Menurut fungsi ini manusia mempunyai dorongan dasar untuk ingin tahu, untuk mencari penalaran, dan untuk mengorganisasikan pengalamannya. Adanya unsur-unsur pengalaman yang semula tidak konsisten dengan apa yang diketahui oleh individu akan disusun, ditata kembali, atau diubah sedemikian rupa sehingga tercapai konsistensi. Jadi sikap berfungsi sebagai suatu skema, yaitu suatu cara strukturisasi agar dunia di sekitar tampak logis dan masuk akal. Sikap digunakan untuk melakukan evaluasi terhadap fenomena luar yang ada dan mengorganisasikannya.
2.2.9.      Faktor-faktor yang mempengaruhi sikap
Sikap sosial terbentuk dan adanya interaksi sosial yang dialami oleh individu. Dalam berinteraksi sosial, individu beraksi membentuk pola sikap tertentu terhadap berbagai objek psikologis yang dihadapinya. Faktor-faktor yang mempengaruhi sikap terdiri (Azwar, 2007):
1.        Pengalaman pribadi
Pengalaman yang terjadi secara tiba-tiba atau mengejutkan yang meninggalkan kesan paling mendalam pada jiwa seseorang. Kejadian-kejadian dan peristiwa-peristiwa yang terjadi berulang-ulang dan terus menerus, lama-kelamaan secara bertahap diserap kedalam individu dan mempengaruhi terbentuknya sikap.
2.        Pengaruh orang lain
Dalam pembentukan sikap pengaruh orang lain sangat berperan. Misal dalam kehidupan masyarakat yang hidup dipedesaan, mereka akan mengikuti apa yang diberikan oleh tokoh masyarakatnya.
3.        Kebudayaan
Kebudayaan dimana kita hidup mempunyai pengaruh yang besar terhadap pembentukan sikap. Dalam kehidupan dimasyarakat, sikap masyarakat diwarnai dengan kebudayaan yang ada di daerahnya.
4.        Media masa
Media masa elektronik maupun media cetak sangat besar pengaruhnya terhadap pembentukan opini dan kepercayaan seseorang. Dengan pemberian informasi melalui media masa mengenai sesuatu hal akan memberikan landasan kognitif barn bagi terbentuknya sikap.
5.        Lembaga pendidikan dan lembaga agama
Dalam lembaga pendidikan dan lembaga agama berpengaruh dalam pembentukan sikap, hal ini dikarenakan keduanya meletakkan dasar pengertian dan konsep moral dalam diri individual.
6.        Faktor emosional
Sikap yang didasari oleh emosi yang fungsinya hanya sebagai penyaluran frustasi, atau pengalihan bentuk mekanisme pertahanan ego, sikap yang demikian merupakan sikap sementara, dan segera berlalu setelah frustasinya hilang, namun dapat juga menjadi sikap yang lebih persisten dan bertahan lama.
2.3.  Konsep Dasar Kehamilan
2.3.1.      Pengertian kehamilan
Kehamilan adalah masa dimulai dari konsepsi sampai lahirnya janin lamanya adalah 280 hari (40 minggu atau 9 bulan 7 hari) dihitung dari hari pertama haid terakhir (Prawirohardjo, 2009). Kehamilan adalah pertumbuhan dan perkembangan janin intra uteri mulai sejak konsepsi dan berakhir sampai permulaan persalinan (Manuaba, 2005).
2.3.2.      Kehamilan dalam triwulan
Kehamilan dalam triwulan dibagi menjadi 3 bagian (Prawirohardjo, 2009) yaitu:
1.        Triwulan pertama dimulai dari konsepsi 0-12 minggu.
2.        Triwulan kedua dari bulan keempat sampai 13-28 minggu.
3.        Triwulan ketiga dari bulan ketujuh sampai 29-40 minggu.
2.3.3.      Tanda-tanda kehamilan
Tanda-tanda kehamilan (Manuaba, 2005) sebagai berikut:
1.        Tanda-tanda presumtif (tidak pasti)
1).      Amenore (tidak dapat haid)
2).     Mual dan muntah
3).     Mengidam
4).     Pingsan
5).     Tidak ada selera makan
6).     Payudara membesar, tegang
7).     Sering kencing
8).     Konstipasi.
2.        Tanda-tanda kemungkinan
1).    Perut membesar
2).    Uterus membesar terjadi perubahan dalam bentuk, konsistensi dari rahim.
3).    Tanda Hegar pembuluh darah dalam cervix bertambah dan karena terjadinya oedema dari cervix dan hiperplasia kelenjar-kelenjar cervix sehingga cervix menjadi lunak.
4).    Tanda Chadwick yakni pembuluh darah dinding vagina bertambah hingga warna selaput lendirnya biru.
5).    Tanda Piscaseek yakni pertumbuhan uterus tidak rata, uterus lebih cepat tumbuh di daerah implantasi dan di daerah insersi plasenta.
6).    Tanda Ballottement yakni teraba benjolan keras.
3.        Tanda pasti (tanda positif)
1).     Gerakan janin dapat dilihat atau dirasa atau diraba, juga bagian-bagian janin.
2).     Denyut jantung janin: didengar dengan stetoskop-monoral laennec,  alat Doppler, dicatat dengan feto-elektro kardiogram, dilihat pada ultrasonografi, terlihat tulang-tulang janin dalam foto-rontgen.
2.3.4.      Tanda - tanda bahaya kehamilan
1.        Muntah terus menerus dan tidak bisa makan
2.        Perdarahan dari jalan lahir
3.        Keluar banyak cairan dari jalan lahir sebelum waktunya melahirkan.
4.        Tidak ada gerakan bayi di dalam perut
5.        Tekanan darah meningkat
2.3.5.      Diagnosa Banding
Diagnose bandng pada kehamilan (Prawirohardjo, 2009) sebagai berikut:
1.      Hamil palsu
2.      Kista ovari
3.      Mioma uteri
4.      Kandung kemih penuh dan retensi urin
5.      Hematometra
2.3.6.      Perubahan Fisiologis
Dengan terjadinya kehamilan maka seluruh sistem genetalia wanita mengalami perubahan yang mendasar sehingga dapat menunjang perkembangan dan pertumbuhan janin dalam rahim. Plasenta dalam perkembangannya mengeluarkan hormon somatomamotropin, estrogen, dan progesteron yang menyebabkan perubahan (Prawirohardjo, 2007) pada:
1.        Rahim atau Uterus
Rahim yang semula besarnya sejempol atau beratnya 30 gram akan mengalami hipertrofi dan hyperplasia, sehingga menjadi seberat 100 gram saat akhir kehamilan. Otot rahim mengalami hyperplasia dan hipertropi menjadi lebih besar, lunak, dan dapat mengikuti pembesaran rahim karena pertumbuhan janin.
2.        Vagina (Liang Senggama)
Vagina dan vulva mengalami peningkatan pembuluh darah karena pengaruh estrogen sehingga tampak makin merah dan kebiru-biruan.
3.        Ovarium (Indung Telur)
Dengan terjadinya kehamilan, indung telur yang mengandung korpus luteum gravidarum akan meneruskan fungsinya sampai terbentuknya plasenta yang sempurna pada umur 16 minggu.
4.        Payudara
Payudara mengalami pertumbuhan dan perkembangan sebagai persiapan memberikan ASI pada saat laktasi.
Perkembangan payudara tidak dapat dilepaskan dari pengaruh hormon saat kehamilan, yaitu estrogen, progesteron, dan somatomammotropin.
5.        Sirkulasi darah
Peredaran darah ibu dipengaruhi beberapa faktor diantaranya, meningkatnya kebutuhan sirkulasi darah sehingga dapat memenuhi kebutuhan perkembangan dan pertumbuhan janin dalam rahim., terjadi hubungan langsung antara arteri dan vena pada sirkulasi retro-plasenter, dan pengaruh hormon estrogen dan progesteron makin meningkat. Akibat dari faktor tersebut dijumpai beberapa perubahan peredaran darah yaitu:
1).     Volume darah
Volume darah semakin meningkat dimana jumlah serum darah lebih besar dari pertumbuhan sel darah, sehingga terjadi semacam pengenceran darah (hemodilusi), dengan puncaknya pada umur hamil 32 minggu. Volume darah bertambah sebesar 25 sampai 30 % sedangkan sel darah bertambah sekitar 20%.
2).       Sel darah
Sel darah merah makin meningkat jumlahnya sekitar 20% untuk dapat meningkatkan pertumbuhan janin dalam rahim, tetapi pertambahan sel darah tidak seimbang dengan peningkatan volume darah sehingga terjadi hemodilusi yang disertai anemia fisiologis. Sel darah putih meningkat dengan mencapai jumlah sebesar 10.000/ml. Dengan hemodilusi dan anemia fisiologis maka laju endap darah semakin tinggi dan dapat mencapai 4 kali dari angka normal.
6.        Sistem respirasi
Pada kehamilan terjadi juga perubahan sistem respirasi untuk dapat memenuhi kebutuhan O2. Disamping itu terjadi desakan diafragma karena dorongan rahim yang membesar pada umur kehamilan 32 minggu. Sebagai kompensasi terjadinya desakan rahim dan kebutuhan O2 yang meningkat, ibu hamil akan bernafas lebih dalam sekitar 20 sampai 25% dari biasanya.
7.        Sistem pencernaan
Karena pengaruh estrogen, pengeluaran asam lambung meningkat yang dapat menyebabkan :
1).     Pengeluaran air liur berlebihan (hipersalivasi).
2).     Daerah lambung terasa panas.
3).     Mual dan sakit kepala terutama pagi hari (morning sickness).
4).     Muntah, yang terjadi disebut emesis gravidarum.
5).     Muntah berlebih sehingga mengganggu kehidupan sehari-hari (hiperemesis gravidarum).
6).     Progesteron menimbulkan gerak usus makin berkurang dan dapat menyebabkan obstipasi.
8.        Perubahan pada kulit
Pada kulit terjadi perubahan deposit pigmen dan hiperpigmentasi karena pengaruh melanophore stimulating hormone lobus hipofisis anterior dan pengaruh kelenjar suprarenalis. Hiperpigmentasi ini terjadi pada striae gravidarum livide atau alba, areola mamae, papilla mamae, linea nigra, pipi (chloasma gravidarum). Setelah persalinan hiperpigmentasi ini akan menghilang.
9.        Metabolisme
Dengan terjadi kehamilan, metabolisme tubuh mengalami perubahan yang mendasar, perubahan metabolisme yang mendasar antara lain :
1).      Metabolisme basal naik sebesar 15% sampai 20% dari semula, terutama pada trimester ketiga.
2).      Keseimbangan asam basa mengalami penurunan dari 155 mEq per liter menjadi 145 mEq per liter disebabkan hemodilusi darah dan kebutuhan mineral yang diperlukan janin.
3).      Kebutuhan protein wanita hamil makin tinggi untuk pertumbuhan dan perkembangan janin, perkembangan organ kehamilan, dan persiapan laktasi. Dalam makanan diperlukan protein tinggi sekitar ½ gr/kg BB atau sebutir telur ayam sehari.
4).      Kebutuhan kalori didapat dari karbohidrat, lemak dan protein.
5).      Kebutuhan zat mineral untuk ibu hamil: kalsium 1,4 gram setiap hari, 30 sampai 40 gram untuk pembentukan tulang janin, fosfor, rata-rata 2 gram dalam sehari, zat besi, 800 mgr atau 30 sampai 50 mgr sehari, dan air, ibu hamil memerlukan air cukup banyak dan dapat terjadi retensi air.
6).      Berat badan ibu hamil bertambah antara 6,5 sampai 16,5 kg selama kehamilan atau terjadi kenaikan berat badan sekitar ½ kg/minggu.
2.3.7.      Perubahan Psikologis
Ibu hamil dalam masa kehamilannya menimbulkan reaksi yang berbeda dalam menghadapinya, hal itu tergantung dari sifat masing – masing individu yang berdasarkan pengalaman, pendidikan, dan tingkat kedewasaan meskipun sebagian besar wanita dalam menghadapi kehamilan merasakan ketakutan,kecemasan yang di sebabkan oleh banyak faktor terutama pada Ibu primigravidarum.
Kehamilan bagi keluarga khususnya seorang wanita merupakan peristiwa penting, meskipun demikian kehamilan juga merupakan saat – saat krisis bagi ibu hamil maupun keluarga, kehamilan dapat menjadikan peristiwa :
1.     Krisis
Krisis merupakan akibat ketidakseimbangan psikologis yang dapat di sebabkan oleh situasi atau oleh tahap perkembangan.
2.     Stressor
Setiap perubahan yang terjadi pada diri seseorang dapat merupakan stressor.Kehamilan membawa perubahan yang signifikan pada ibu hamil sehingga dapat di nyatakan sebagi stressor yang juga mempengaruhi psikologis anggota keluarga yang lainnya.
3.     Transakasi peran.
Terjadi perubahan interaksi rutin dalam keluarga, dengan adanya anggota keluarga yang baru sehingga terjadi perubahan peran masing – masing anggota keluarga.
2.4.  Konsep Dasar Pemeriksaan Kehamilan (Ante Natal Care)
2.4.1.      Pengertian pemeriksaan kehamilan (Ante Natal Care)
Ante Natal Care (ANC) adalah merupakan cara penting untuk memonitoring dan mendukung kesehatan ibu hamil normal dan mendeteksi ibu dengan kehamilan normal, ibu hamil sebaiknya di anjurkan mengunjungi bidan atau dokter sedini mungkin semenjak dirinya merasa hamil untuk mendapatkan pelayanan dan asuhan antenatal (Prawirohardjo, 2009).
2.4.2.      Tujuan Pemeriksaan Kehamilan
Menurut Manjsoer (2005) tujuan pemeriksaan kehamilan adalah:
1.        Memantau kemajuan kehamilan untuk memastikan kesehatan ibu dan tumbuh kembang bayi.
2.        Meningkatkan dan mempertahankan kesehatan fisik, mental dan sosial ibu dan bayi.
3.        Mengenali secara dini adanya ketidaknormalan atau komplikasi yang mungkin terjadi selama hamil, termasuk riwayat penyakit secara umum, kebidanan dan pembedahan.
4.        Mempersiapkan persalinan cukup bulan, melahirkan dengan selamat, ibu maupun bayinya dengan trauma seminimal mungkin.
5.        Mempersiapkan ibu agar masa nifas berjalan normal dan pemberian ASI eksklusif.
6.        Mempersiapkan peran ibu dan keluarga dalam menerima kelahiran bayi agar dapat tumbuh kembang secara normal.
2.4.3.      Pelayanan Pemeriksaan Kehamilan
Pelayanan pemeriksaan kehamilan adalah pelayanan kesehatan oleh tenaga profesional untuk ibu selama masa kehamilannya, yang dilaksanakan sesuai standar antenatal yang ditetapkan.
Pelayanan pemeriksaan kehamilan adalah pelayanan kesehatan yang diberikan kepada ibu selama kehamilannya sesuai dengan standar pelayanan ANC, selengkapnya mencakup banyak hal yang meliputi anamnesis, pemeriksaan fisik baik umum dan kebidanan, pemeriksaan laboratorium atas indikasi serta intervensi dasar dan khusus sesuai dengan resiko yang ada. Namun dalam penerapan operasionalnya dikenal standar minimal ”7T” untuk pelayanan pemeriksaan kehamilan yang terdiri atas (Prawirohardjo, 2007) sebagai berikut:
1.        Timbang berat badan.
Ukuran berat badan dalam Kg tanpa sepatu dan memakai pakaian yang seringan-ringannya. Berat badan kurang dari 45 Kg pada trimester III dinyatakan ibu kurus kemungkinan melahirkan bayi dengan berat badan lahir rendah.
2.        Ukur tekanan darah.
Untuk mengetahui setiap kenaikan tekanan darah dalam kehamilan dan mengenali tanda-tanda serta gejala preeklamsi lainnya, serta mengambil tindakan yang tepat dan merujuknya.
3.        Ukur tinggi fundus uteri.
Pemeriksaan abdominal secara seksama dan melakukan palpasi untuk memperkirakan usia kehamilan; serta bila umur kehamilan bertambah, memeriksa posisi, bagian terendah janin, dan masuknya kepala janin kedalam rongga panggul, untuk mencari kelainan serta merujuk tepat waktu.
4.        Pemberian imunisasi (Tetanus Toxoid) TT lengkap.
Untuk mencegah tetanus neonatorum.
5.        Pemberian tablet zat besi minimal 90 tablet selama kehamilan.
Untuk pencegahan kasus anemia pada kehamilan.
6.        Tes terhadap penyakit menular seksual.
Melakukan pemantauan terhadap adanya PMS agar perkembangan janin berjalan normal.
7.        Temu wicara dalam rangka persiapan rujukan.
Memberikan saran yang tepat kepada ibu hamil, suami serta keluarganya tentang tanda-tanda resiko kehamilan.
2.4.4.      Jadwal Pemeriksaan Kehamilan
1.        Pemeriksaan pertama kali yang ideal adalah sedini mungkin ketika haidnya  terlambat satu bulan
2.        Pemeriksaan ulang satu kali sebulan sampai kehamilan tujuh bulan.
3.        Pemeriksaan setiap dua kali sebulan sampai kehamilan sembilan bulan.
4.        Pemeriksaan ulang setiap minggu sesudah kehamilan sembilan bulan
5.        Pemeriksaan khusus bila ada keluhan-keluhan
Ibu hamil tersebut harus lebih sering dikunjungi jika terdapat masalah. Dan ia hendaknya disarankan untuk menemui petugas kesehatan bilamana ia merasakan tanda-tanda bahaya atau jika ia merasa khawatir.
Tabel 2.1 Jadwal Pemeriksaan Kehamilan
No
Usia Kehamilan
Minimal
Ideal
1
Trimester 1
1 kali
3 kali
2
Trimester 2
1 kali
3 kali
3
Trimester 3
2 kali
6 kali

2.5.  Keteraturan Pelaksanaan ANC
2.5.1.      Keteraturan Keteraturan Pelaksanaan ANC
Keteraturan pelaksanaan antenatal care ibu hamil dengan tenaga kesehatan adalah kunjungan yang dilakukan untuk memeriksakan kehamilannya (Depkes RI, 2007) sebagai berikut:
1.        Trimester I  kunjungan 1 kali
2.        Trimester II kunjungan 1 kali
3.        Trimester III kunjungan 2 kali
2.5.2.      Pengukuran Pelaksanaan ANC
Pengukuran keteraturan pelaksanaan antenatal care ibu hamil pada tenaga kesehatan menggunakan skala deskriptif, kepada penilai diberikan titik awal dan titik akhir saja dari gejala kontinum dengan suatu angka (Nazier, 2009). Keteraturan pelaksanaan antenatal care ibu hamil pada tenaga kesehatan menurut Depkes RI (2007) sebagai berikut:
1.      Kontak selama trimester I > 1 skor 1
2.      Kontak selama trimester I = 0 skor 0
2.5.3.      Faktor-faktor yang mempengaruhi keteraturan pelaksanaan ANC
Pemeriksaan kehamilan dipengaruhi berbagai faktor seperti pengetahuan, pendidikan, dukungan, usia dan paritas (Sarwono, 2007).
1.        Pengetahuan
Kurangnya pengetahuan ibu dan keluarga terhadap pentingnya pemeriksaan kehamilan berdampak pada ibu hamil tidak memeriksakan kehamilannya pada petugas kesehatan. Menurut Sobur (2005) pengetahuan adalah hasil upaya manusia dalam mencari kebenaran tentang sesuatu, melalui suatu penelitian dengan berbagai persyaratan, yang disusun secara sistematis, sehingga dapat dipelajari, disebarluaskan, dan dimanfaatkan untuk kesejahteraan umat manusia. Menurut Notoatmodjo (2005) mendefinisikan pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu obyek tertentu.
2.        Sosial budaya
Sosial budaya adalah hal-hal yang komplek yang mencakup pengetahuan, kepercayaan, moral, hukum, adat-istiadat, kemampuan-kemampuan, serta kebiasaan berevolusi dimuka bumi ini sehingga hasil karya, karsa dan cipta dari masyarakat. Masyarakat kurang menyadari bahwa kurang mengetahui beberapa tradisi dan sosial budaya yang bertentangan dari segi kesehatan dimana hal ini tentunya berkaitan atau tidak terlepas dari suatu pendidikan.
3.        Ekonomi
Tingkat ekonomi akan berpengaruh terhadap kesehatan, tingkat ekonomi rendah keluarga rendah tidak mampu untuk menyediakan dana bagi pemeriksaan kehamilan, masalah yang timbul pada keluarga dengan tingkat ekonomi rendah ibu hamil kekurangan energi dan protein (KEK) hal ini disebabkan tidak mampunya keluarga untuk menyediakan kebutuhan energi dan protein yang dibutuhkan ibu selama kehamilan.
4.        Lingkungan
Keadaan lingkungan keluarga yang tidak mendukung akan mempengaruhi ibu dalam memeriksakan kehamilannya. Perilaku keluarga yang tidak mengijinkan seorang wanita meninggalkan rumah untuk memeriksakan kehamilannya merupakan budaya yang menghambat keteraturan kunjungan ibu hamil memeriksakan kehamilannya. Perubahan sosial budaya terdiri dari nilai-nilai kebudayaan, norma, kebiasaan, kelembagaan, dan hukum adat yang lazim dilakukan di suatu daerah. Apabila adat ini tidak dilaksanakan akan terjadi kerancuan yang menimbulkan sanksi tak tertulis oleh masyarakat setempat terhadap pelaku yang dianggap menyimpang. Tatanan budaya mempengaruhi dalam keputusan ibu dalam memeriksakan kehamilan pada tenaga kesehatan.
5.        Geografis
Letak geografis sangat menentukan terhadap pelayanan kesehatan, ditempat yang terpencil ibu hamil sulit memeriksakan kehamilannya, hal ini karena transportasi yang sulit menjangkau sampai tempat terpencil (Depkes RI, 2007).

2.6.  Hubungan Pengetahuan Dan Sikap Ibu Post Partum Tentang Antenatal Care Dengan Keteraturan saat Antenatal Care.
Pengetahuan merupakan salah satu faktor yang berperan dalam menentukan sikap seeorang, dari adanya pengetahuan maka seseorang akan dapat bersikap. Pengetahuan yang baik berperan pada sikap dan perilaku seseorang, menurut HL Blum mengemukakan bahwa perilaku kesehatan didasari oleh adanya faktr pengetahuan dan sikap (Notoatmodjo, 2005).
Dalam aspek pembentukan sikap terdapat salah satu komponen sikap yaitu komponen kognitif. Komponen kognitif merupakan representasi apa yang di percaya oleh pemilik sikap. Sekali kepercayaan terbentuk maka akan menjadi dasar pengetahuan seseorang mengenai apa yang di harapkan dari objek tertentu.
Dalam sikap yang didasari oleh adanya pengetahuan yang dimiliki, dan selanjutnya akan bersinergi dengan perilaku yang akan dilakukan sesuai dengan pengetahuan dan sikap yang dimilikinya. (Azwar, 2007).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar